Jumat, 26 Februari 2016

LAPORAN PENDAHULUAN PADAKASUS HIV



LAPORAN PENDAHULUAN
PADAKASUS HIV

Definisi 

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan  berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan  pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan  pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8) AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, danpenyakit.
AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006). AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler  pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005). AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)
Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.      Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.      Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.      Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.      Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.      AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada  berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologist
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.Lelaki homoseksual atau biseks.
2.Orang yang ketagian obat intravena.
3.Partner seks dari penderita AIDS.
4.Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5.Bayi dari ibu/bapak terinfeksi

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ, salah satunya sistem pernapasan. Pneumonia Pneumocystis carinii. Gejala napas yang pendek, sesak napas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunitis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium-intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun  begitu, infeksi yang paling sering ditemukan di antara penderita AIDS adalah Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunis  pertama yang dideskriPasienikan berkaitan dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi pendahuluan penyakit AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan terjadi pada 80% orang-orang yang terinfeksi HIV P. carinii awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa, namun sejumlah  penelitian dan pemeriksa¬an analisis terhadap struktur RNA ribosomnya menunjukkan bahwa mikroorganisme ini merupakan jamur (fungus).
 Kendati demikian, struktur dan sensitivitas antimikrobanya sangat berbeda dengan  jamur penyebab penyakit yang lain. P. carinii hanya menimbulkan penyakit  pada hospes yang kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan  berproliferasi dalam alveoli pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi  parenkim paru. Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut  bila dibandingkan dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis yang benar bisa  beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk nonproduktif, napas pendek, dispnea dan kadang-kadang nyeri dada. PCP dapat ditemukan kendati tidak terdapat krepitasi. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada pasien yang bernapas dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan; keadaan ini menunjukkan hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan  paru yang signifikan dan pada akhirnya, kegagalan pernapasan. Beberapa  pasien memperlihatkan awitan yang dramatis dan perjalanan penyakit yang fulminan yang meliputi hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental. Kegagalan pernapasan dapat terjadi dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah timbulnya gejala pendahuluan. Diagnosis pasti PCP dapat ditegakkan dengan mengenali mikroorganisme dalam jaringan paru atau sekret bronkus. Penegakan diagnosis ini dilaksanakan dengan prosedur seperti induksi sputum, lavase  bronkial-alveolar dan bioPasieni transbronkial (melalui bronkoskopi serat optik). Kompleks Mycobacterium avium. Penyakit kompleks Mycobacterium avium (MAC; Mycobacterium avium Complex) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme yang termasuk ke dalam MAC adalah M. avium, M. intracellulare dan M. scrofulaceum. MAC, yaitu suatu kelompok baksil tahan-asam, biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatikus dan sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC akan disertai dengan angka mortalitas yang tinggi. M. tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi di antara para pemakai obat bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi oportunis lainnya, penyakit tuberkulosis (TB) cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS.
 Terjadinya tuberkulosis secara dini ini akan disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kaseasi) sehingga timbul kecurigaan ke arah diagnosis TB. Pada stadium ini. penyakit TB akan bereaksi dengan  baik terhadap terapi antituberkulosis. Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai dengan tidak terdapatnya resposn tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan yang sudah terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,  penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang resisten obat kini bermunculan dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani  pengobatan antituberkulosis.

PENATALAKSANAAN







 


Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan  protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang  permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila  jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

Komplikasi

Komplikasi pada penderita HIV-AIDS, yaitu :
Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV (Human Immuno Deficiency Virus), menyebabkan tubuh mudah diserang penyakit- penyakit
1.Tuberkulosis Paru
2. Pneumonia Premosistis
3.Berbagai macam penyakit kanker

Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan anti retro virus Tujuan :
-Mengurangi kematian dan kesakitan
-Menurunkan jumlah virus
-Meningkatkan kekebalan tubuh
-Mengurangi resiko penularan  

Pemeriksaan Diagnostik

1.Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
-ELISA
-Western blot
-P24 antigen test
-Kultur HIV

2.Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
-Hematokrit
-LED
-Rasio CD4 / CD Limposit
-Serum mikroglobulin B2
-Hemoglobin

 

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996 Perawatan Medikal Bedah.
Pedjajaran Bandung Doenges, Marylyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Padila. S.Kep.NS.2012.
Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta Smeltzer , Bare, 2001.
 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ,
 Brunner dan suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar