Selasa, 13 Mei 2014

Askep ganglion


1. Pengertian
Kista Ganglion atau biasa disebut Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari kapsul suatu sendi atau sarung suatu tendo. Kista ini berisi cairan kental jernih yang mirip dengan jelly yang kaya protein. Kista merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering didapatkan pada tangan. Ganglion biasanya melekat pada sarung tendon pada tangan atau pergelangan tangan atau melekat pada suatu sendi; namun tersedia pula yang tidak memiliki hubungan dengan struktur apapun. Kista ini selain itu dapat ditemukan di kaki. Ukuran kista bervariasi, dapat bertambah dahsyat atau mengecil seiring berjalannya waktu & bahkan menghilang. Selain itu kadang dapat mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat lunak hingga kompleks seperti batu akibat 
tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang didiagnosis sebagai tonjolan tulang. 
 Kista Ganglion
Ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini
o Pergelangan tangan – punggung tangan (“dorsal wrist ganglion”), pada telapak tangan (“volar wrist ganglion”), atau kadang pada daerah ibu jari. Kista ini berasal dari salah satu sendi pergelangan tangan, & kadang diperberat oleh cedera pada pergelangan tangan.
o Telapak tangan pada dasar jari-jari (“flexor tendon sheath cyst”). Kista ini berasal dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, & kadang terjadi akibat iritasi pada tendon – tendinitis.
o Bagian belakang tepi sendi jari (“mucous cyst”), terletak di sebelah dasar kuku. Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, & dapat menjadi terinfeksi & menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya disebabkan arthritis atau taji tulang pada sendi.
2. Anatomi 
Ganglion terjadi pada sendi, oleh karena itu perlu diketahui mengenai anatomi sendi. Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis sendi yang dapat digerakkan dengan bebas & ditemukan paling sering pada wrist joint. Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya gerakan yang dilakukan oleh wrist joint sehingga banyak gesekan yang terjadi antar struktur di daerah tersebut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi inflamasi & pada akhirnya menyebabkan timbulnya ganglion. Selain itu wrist joint merupakan sendi yang kompleks karena terdiri dari beberapa tulang sehingga kemungkinan timbulnya iritasi atau trauma jaringan lebih besar.
Jenis sendi diartrodial mempunyai unsur-unsur seperti rongga sendi & kapsul sendi. Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi & membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak terlalu meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, & tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap sendi relatif sedikit (1-3 ml). Asam hialuronidase ialah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial & disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan sinovial selain itu bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
3. Epidemiologi
Kista ganglion merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering ditemukan pada tangan & pergelangan tangan. Kista ini dapat terjadi pada berbagai usia termasuk anak-anak; kurang lebih 15% terjadi pada usia di bawah 21 tahun. Tujuhpuluh persen terjadi pada dekade kedua & keempat kehidupan. Perempuan tiga kali lebih banyak menderita dibandingkan laki-laki. Tidak ditemukan predileksi antara tangan kanan & kiri, & tampaknya pekerjaan tidak meningkatkan resiko timbulnya ganglion, namun referensi lain menyebutkan bahwa ganglion banyak ditemukan pada pesenam 
dimanaterjadi tekanan yang dahsyat pada pergelangan tangan.
 
4. Etiologi 
Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan pembentukan kista hingga degenerasi mukoid dari kolagen & jaringan ikat. Teori ini menunjukkan bahwa sebuah ganglion mewakili struktur degeneratif yang melingkupi perubahan miksoid dari jaringan ikat. Teori yang lebih baru, yang dipostulasikan oleh Angelides pada 1999, menjelaskan bahwa kista terbentuk akibat trauma jaringan atau iritasi struktur sendi yang menstimulasi produksi asam hialuronik. Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular. Musin yang terbentuk membelah sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang melekat untuk kemudian membentuk duktus kapsular & kista utama. Duktus pada akhirnya akan bergabung menjadi kista ganglion soliter yang besar.
Seperti yang telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun ganglion dapat terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang melewati selubung tendon atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil yang tidak diketahui sebelumnya.5,7,9,10
5. Patofisiologi
Kista ganglion dapat berupa kista tunggal ataupun berlobus. Biasanya memiliki dinding yang mulus, jernih & berwarna putih. Isi kista merupakan musin yang jernih & terdiri dari asam hialuronik, albumin, globulin & glukosamin. Dinding kista terbuat dari serat kolagen. Kista dengan banyak lobus dapat saling berhubungan melalui jaringan duktus. Tidak terdapat nekrosis dinding atau selularitas epitel atau sinovia yang terjadi.
• Normalnya, sendi & tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di dalam sebuah kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa sebab yang jelas, terjadi kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut kental seperti madu, & jika kebocoran tersebut kecil maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi –jika pasta gigi ditekan, walaupun lubangnya kecil & pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir keluar- & begitu keluar, tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup satu arah, & akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita untuk bekerja, sendi akan meremas & menyebabkan tekanan yang dahsyat pada kompartemen yang berisi cairan tersebut- ini dapat menyebabkan benjolan dengan tekanan yang dahsyat sehingga sekeras tulang.
• Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya kental & pekat & menyulitkan tubuh untuk me-reabsorbsi jika terjadi kebocoran. Tubuh akan mencoba untuk menyerap kembali cairan tersebut, namun hanya sanggup menyerap air yang terkandung di dalamnya sehingga membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat benjolan cukup dahsyat untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly.
Kadang disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membran sinovial sendi atau dari selubung suatu tendo. Namun, kami tidak dapat memperlihatkan adanya hubungan antara rongga kista dengan selubung tendon atau sendi yang berhubungan. Namun, terdapat kemungkinan bahwa kista berasal dari bagian kecil membran sinovia yang mengalami protrusi & kemudian terjadi strangulasi sehingga terpisah dari tempat asalnya; bagian ini kemudian berdegenerasi & terisi oleh materi koloid yang berakumulasi & memben
tuk kista.
6. Gejala & Tanda
Meskipun kista ganglion umumnya asimtomatik, gejala yang muncul dapat berupa keterbatasan gerak, parestesia & kelemahan. Kista ganglion umumnya soliter, & jarang berdiameter di atas 2 cm. Dapat melibatkan hampir semua sendi pada tangan & pergelangan tangan. Dorsal wrist, volar wrist, volar retinakular & distal interfalangeal merupakan kista ganglion yang paling sering ditemukan pada tangan & pergelangan tangan. Ganglion terbesar terletak di belakang lutut & biasa disebut Kista Baker.
Ahli bedah tangan yang berpengalaman selain itu dapat mengenali ganglion dorsal okulta (tersembunyi), yang dapat timbul dengan tekanan lembut pada regio fossa scapholunate. Nyeri terjadi dengan gerakan pergelangan tangan yang ekstrim. Temuan radiografik biasanya normal, & MRI berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis. Eksisi bedah pada ganglion okulta dapat menghilangkan nyeri & gejala pada sebagian dahsyat kasus. Sebagian pasien mengeluhkan benjolan di bawah kulit yang sebagian dahsyat terletak pada bagian belakang pergelangan tangan, sisi telapak pada pergelangan tangan, di atas tendon pada dasar jari pada sisi telapak tangan, atau pada sendi jari terdekat ke ujung jari. Ganglion umumnya tidak nyeri; namun dapat menyebabkan nyeri ketika digerakkan atau menyebabkan masalah mekanis (terbatasnya ruang gerak) tergantung dari lokasi ganglion tersebut. Kista ganglion memiliki kecenderungan untuk membesar & mengecil, kemungkinan karena cairan yang terdapat dalam kista terserap kembali ke dalam sendi atau tendon untuk kemudian diproduksi kembali. Masalah terbesar dengan ganglion ialah ketakutan pasien bahwa benjolan tersebut merupakan sesuatu yang gawat. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, & kemungkinan foto sinar x polos atau USG. Kista dapat dibedakan dari tumor padat melalui transiluminasi (berkas sinar akan melewati cairan yang memenuhi ganglion, namun tidak jika merupakan massa tumor yang padat). Pencitraan USG selain itu telah digunakan untuk membedakan massa padat & kistik di tangan.

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis & pemeriksaan fisis & kadang melalui pemeriksaan radiologik. Dari anamesis bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala namun kadang ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan yang berlebihan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri tekan. Melalui transiluminasi diketahui bahwa isi benjolan bukan merupakan massa padat namun merupakan cairan. Pada aspirasi diperoleh cairan dengan viskositas yang tinggi & jernih. Sering selain itu ditemukan adanya gangguan pergerakan & parestesia & kelemahan pada pergelangan tangan ataupun lengan.
 
8. Diagnosis Banding
Ganglion dapat didiagnosis banding dengan benjolan lain yang mungkin didapatkan di tangan seperti lipoma, kista sebasea & nodul rheumatoid arthritis.
9. Penatalaksanaan
Terdapat tiga pilihan utama penatalaksanaan ganglion. Pertama, membiarkan ganglion tersebut jika tidak menimbulkan keluhan apapun. Setelah diagnosis ditegakkan & pasien diyakinkan bahwa massa tersebut bukanlah kanker atau hal lain yang memerlukan pengobatan segera, pasien diminta untuk membiarkan & menunggu saja. Jika ganglion menimbulkan gejala & ketidaknyamanan ataupun masalah mekanis, terdapat dua pilihan penatalaksanaan: aspirasi (mengeluarkan isi kista dengan menggunakan jarum) & pengangkatan kista secara bedah.
Aspirasi melibatkan pemasukan jarum ke dalam kista & mengeluarkan isinya kemudian mematirasakan daerah sekitar kista dengan anestesi lokal. Karena diperkirakan bahwa inflamasi berperan dalam produksi & akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid) kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta mencegah kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid kemudian aspirasi meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi & steroid) menjadi 89% dengan substansi tambahan.
Pembedahan Kista Ganglion
Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah mekanis & komplikasi saraf (hilangnya fungsi motorik & sensorik akibat tekanan ganglion pada saraf) atau timbul kembali kemudian aspirasi, maka eksisi bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista, & mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari mana kista tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi kista ini biasanya merupakan prosedur minor, namun dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi kista & apakah kista tersebut melekat pada struktur lain seperti pembuluh darah, saraf atau tendon.
10. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi & ukuran ganglion. Komplikasi utama ialah keterbatasan gerak pada sendi dimana terdapat ganglion. Tidak seperti tumor lain, ganglion tidak pernah berubah menjadi ganas.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur bedah yang dilakukan berupa rekurensi walaupun kemungkinannya tidak besar. Selain itu selain itu terdapat resiko infeksi, keterbatasan gerak, kerusakan serabut saraf atau pembuluh darah.
11. Prognosis 
Prognosis penyakit tergantung dari beberapa hal:
• Kista yang berasal dari selaput tendon lebih tanpa tenaga sembuh dengan suntikan kortikosteroid dbandingkan dengan yang berasal dari sendi
• Kista dari pergelangan tangan bagian depan (volar wrist ganglion) akan lebih tanpa tenaga kembali kemudian pembedahan dibandingkan kista pada bagian dorsal.
Tingkat rekurensi kemudian penanganan nonoperatif mencapai 30-60% dibandingkan dengan yang dioperasi (5-15%). Total ganglionektomi menghasilkan angka kesembuhan 85-95% jika kista & akar diangkat bersamaan dengan pemotongan sedikit dari kapsul tendo. Rekurensi kemudian operasi biasanya diakibatkan oleh pengangkatan kapsul atau membrane sinovial yang tidak lengkap.
Daftar Pustaka
1. Dandy David J. & Dennis J. Edwards, Disorders of the Wrist & Hand in Essential Orthopaedics & Trauma 4th edition, Churchill Livingstone, London, 2003.
2. Eaton Charles, Ganglion Cysts in www.e-hand.com accessed on June 21, 2007.
3. Andersson, Bruce Carl, Dorsal Ganglion in Office Orthopedics for Primary Care: Treatment 3rd edition, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2006.
4. Carr, Andrew J & William Hamilton, Hand & Wrist in Orthopaedics in Primary Care 2nd edition, Elsevier, London, 2005.
5. Kouris George J, Ganglion Cyst in www.emedicine.com accessed on June 21, 2007.
6. Hochwald Neal L & Green Steven M in Tumors, Spivak Jeffrey M ed. et al in Orthopaedics A Study Guide, McGraw-Hill, New York, 2002.
7. Sjamsuhidajat R, Jong WD (ed.), Kulit dalam 
Buku Ajar Ilmu BedahEGC, Jakarta, 1997.
8. Carter A. Michael, Anatomi Tulang & Sendi dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, editor Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, EGC, Jakarta, 1995.
9. Canale S. Terry (Ed.), Tumors of Synovial Tissue in Campbell’s Operative Orthopaedics Volume One, 10th edition, Mosby, Toront
o, 2003.
10. Trumble Thomas E., Jeffrey E. Budoff & Roger Cornwall, Soft Tissue Neoplasms: Benign & Malignant in Hand, Elbow & Shoulder: Core Knowledge in Orthopaedics, Mosby, Philadelphia, 2006.
Artikel Pencarian:
Artikel Lainnya Selain Askep Klien Dengan Kista Ganglion
·         ARTRITIS RHEUMATOID
DefinisiPeradangan sendi inflamasi/ gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ disekitar persendian EtiologiBelum diketahui secara pasti. Kejadian lebih banyak pada wanita pada usia 25-60 tahun ...
·         Reumatoid Artritis
PengertianArtritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan ...
·         Kistoma Ovari
PENGERTIANKistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai ...
·         Range Of Motion
Range Of Motion: "ROM ( RANGE OF MOTION)Oleh : Dafid ArifiyantoA. PengertianAdalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan ...
·         Reumatoid Artritis
PengertianArtritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan ...
·         Kistoma Ovari
PENGERTIANKistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai ...
Pemeriksaan rutin merupakan langkah tepat untuk mengantisipasi lebih dini risiko kanker payudara. Jika cukup jeli, tanda-tanda kanker bisa dideteksi sendiri dari kelainan-kelainan yang terdapat di ...
·         Ultrasonografi (USG)
1. DeskripsiUltrasonografi merupakan prosedur diagnostik yang digunakan untuk memvisualisasikan struktur jaringan tubuh atau analisis bentuk gelombang dari studi doppler. Ujii ultrasonografi merupakan uji yang dinamis ...
·         Askep Dislokasi
Askep Dislokasi: "DISLOKASIPENGERTIANKeadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth;).Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu ...
·         Askep Dislokasi
Askep Dislokasi: "DISLOKASIPENGERTIANKeadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth;).Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu ...

Sabtu, 29 Maret 2014

Askep niritis Alergi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak dan dewasa muda di amerika utara dan eropa barat. Di tempat laen alergi hidung dan penyakit atopi lainya lebih rendah,terutama pada Negara yang kurang berkembang. Penderita rhinitis alergi alergi mengalami hidung tersumbat berat. – (Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC )
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya.
Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun
secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Rinitis dibagi atas 2 kategori, yaitu:
-          Rinitis Alergi
-          Rinitis Non Alergi


1.      Rinitis Alergi
            Rinitis alergi merupakan penyakit saluran nafas yang sering dijumpai pada anak disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40 % anak pernah mengalami rinitis alergi sampai usianya 6 tahun. Rinitis alergi merupakan penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Terdapat hubungan yang erat antara saluran napas atas dan bawah.
            Hubungan antara rinitis-sinusitis-asma telah lama diketahui sehingga dalam penanganannnya pun selalu dikaitkan antara ketiganya. Pada pasien asma sering sekali timbul gejala rinitis seperti pilek (keluarnya cairan dari hidung), gatal, kadang-kadang tersumbat, dan terasa panas pada hidung.
            Beberapa peneliti berpendapat bahwa diagnosis rinitis alergika masih sering misdiagnosis sehingga berdampak pada mismanajemen. Penanganan yang baik pada rinitis alergi akan menurunkan gejala pada sinusitis dan asma.
Dua tipe rinitis alergi yaitu:
·         Musiman
            Di Indonesia tidak dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
            Penyakit ini timbulnya periodik, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai timbulnya pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.
·         Perenial
            Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan. Alergen inhalan utama adalah dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor). Alergen inhalan dalam rumah terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau D. Pteronyssinus, D. Farinae dan Blomia tropicalis, kecoa, dan bulu binatang peliharaan (anjing, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.
2.      Rinitis Non Alergi
Beberapa orang yang terkena rinitis tidak memiliki alergi. Rinitis Non Alergi sering pada orang dewasa dan menyebabkan gejala bertahun-tahun seperti pilek dan hidung tersumbat. Masalah ini tidak digolongkan rinitis alergi karena tidak adanya sistem imun yang terkait. Proses terjadinya rinitis non alergi ini belum banyak diketahui.
Beberapa orang yang menderita rinitis non alergi mengalami inflamasi pada daerah hidung dan sinusnya. Pada beberapa kasus seperti ini yang sudah parah, ditemukan adanya polip yang tumbuh dari membran mukosa dan menghambat udara mengalir keluar masuk hidung. Pasien dengan kasus seperti ini juga sering kehilangan sensasi penciumannya. Bentuk lain dari rinitis non alergi ini, adalah ditemukannya sedikit inflamasi pada hidung dan gejala dipicu oleh aroma yang kuat, polusi, asap, dan iritan lainnya.. (Anonim. Indikator Indonesia Sehat 2010. [online] 2003 [citied 2008 Okt 23]. Available from :                          www.bankdata.depkes.go.id

1.2  TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
            Melalui penjelasan dan Askep ini mahasiswa bisa mengerti dan memahami dari penyakit rhinitis alergi  dan dapat mengaplikasikankanya di saat   menemukan kejadian seperti ini


1.2.2        Tujuan Khusus
-           Mahasiswa dapat memahami penjelasan dari rhinitis alergi.
-          Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan dari rhinitis alergi
-          Mahasiswa dapat mengaplikasikan askep tersebut didalam kehidupan.

1.3  MANFAAT
Dengan adanya tugas ini mahasiswa atau perawat dapat mengaplikasikan dan dapat membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit rhinitis alergi ini serta menambah pengetahuan mengenai penyakit ini

 
1.1.1        ANATOMI FISIOLOGI
·      Hidung luar terbentuk oleh tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan rongga hidung, menonjol pada garis di antara pipi dengan bibir atas; struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tidak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago, yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang paling mudah digerakkan.
·      Rongga hidung (cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang depan cavitas nasi disebut nares anteriror dan lubang belakangnya disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavitas nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum yang dilapisi rambut dan kelenjar sebasea.Tiap cavitas nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial adalah septum nasi. Bagian terluar dari septum dilapisi oleh kelenjar mukosa. Dinding lateral mempunyai empat buah concha yakni concha inferior, chonca media, chonca superior, dan chonca suprema. Di antara concha dan dinding lateral hidung terdapat meatus. Dinding inferior merupakan dasar dari rongga hidung dan dibentuk oleh os maxilla dan os palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
·      Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika. Bagian bawah dari rongga hidung mendapat pendarahan dari a. maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
·      Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, sedangkan bagian lain mendapat persarafan sensoris dari n. maxilla.
·      Rongga hidung dilapisi oleh dua jenis mukosa, mukosa olfaktori dan mukosa respiratori. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetrinya bervariasi. Secara umum diberi nama, sinus maxillaris, sfenoidalis, frontalis, dan ethmoidalis.
Struktur histology
            Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.
·         Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
·         Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan.
·         Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat. 
Fisiologi Hidung
1.      Jalan napas
Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.
2.      Alat pengatur kondisi udara (air condition-ing)
            Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara
3.      Penyaring udara
Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung, dan silia.

4.      Sebagai indra penghidu
Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius
5.      Untuk resonansi udara
Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.
6.      Turut membantu proses berbicara dan Refleksi nasal.

1.1.2        ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
·         Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
·          Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
  • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
  • Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
  • Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
  • Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan


Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

1.1.3        MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Adapun gejala Rhinitis Alergi adalah :
Ø  Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
Ø   Hidung tersumbat.
Ø  Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
Ø  Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
Ø  Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
Beberapa gejala lain yang tidak khas adalah  :
¨             allergic shiner bayangan gelap di bawah mata.
¨             allergic salute Gerakan mengosok-gosokan hidung pada anak- anak 
¨             allergi crease, timbulnya garis pada bagian depan hidung.

1.1.4        PATOFISIOLOGI
            Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi alergi.
            Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel Mast.
            Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.
            Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.
            Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksiStem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  KONSEP PENYAKIT
2.1.1        DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa  (Von Pirquet, 1986).
Rhinitis  alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Menurut sifanya Rhiniti Alergi dibagi mejadi :
a.   Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika)
b.   Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. .( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika)

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:
a.       Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
b.      Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi (WHO Initiative ARIA tahun 2000) :
a.       Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
b.      Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
  1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
  1. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat.( Junadi, purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius)

 
1.1.1        KOMPLIKASI
a.       Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b.      Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
c.       Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

1.1.2        PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
            Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah
§  Pemeriksaan nasoendoskopi
§  Pemeriksaan sitologi hidung
§  Hitung eosinofil dalam darah tepi
§  Uji kulit allergen penyebab

1.1.3        PENATALAKSANAAN
Adapun beberapa cara penatalaksaan dari Rhinitis Alergi itu seperti :
§  Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab
§  Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipil
§  jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
§  Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
§  Penggunaan Imunoterapi.

1.2  ASUAHAN KEPERAWATAN
1.2.1        PENGKAJIAN
1.      Identitas
 Nama
 jenis kelamin
 umur
 bangsa
2.       keluhan utama
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
3.      Riwayat peyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
4.      Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien
5.      Pemeriksaan fisik :
 Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
 Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
6.      Pemeriksaan penunjang :
o   Pemeriksaan nasoendoskopi
o   Pemeriksaan sitologi hidung
o   Hitung eosinofil pada darah tepi 
o   Uji kulit allergen penyebab


1.2.2        DIAGNOSA
1.      Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang mengental
2.      Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
3.      Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler
4.      Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen
5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

1.2.3        INTERVENSI
1.      Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria Hasil :
a.       Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b.      Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji penumpukan secret yang ada.

Ø  Observasi tanda-tanda vital.




Ø  Kolaborasi dengan team medis
Ø  Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

Ø  Tingkat dari suatu keparahan penyakit akan menyebabkan diadakanya suatu tindakan.


Ø  Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

2.      Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Tujuan : Suplai oksigen terpenuhi
Kriteria Hasil :
a.       Klien tidak kesulitan bernafas lagi
b.      Jalan nafas kembali normal sekresi berkurang atau tidak ada.
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.


Ø  Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.

Ø  Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan
a.       Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan 
b.      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
Ø  Catat penggunaan otot aksesori, napas,bibir,ketidak mampuan bicara/berbincang.

Ø  Tehnik ini akan memberikan kenyaman pada pasien.




Ø  Mempermudah pernafasan pada pasien.
Ø  Bentuk dan posisi klien sangat menetukan peredaran oksigen ke tubuh

3.      Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler
Tujuan : Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mucus
Kriteria Hasil :
klien sudah merasa nyaman
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji jumlah mukus, bentuk dan warna

Ø  Anjurkan pasien mengeluarkan mucus.

Ø  Anjurkan pasien untuk membersihkan hidung .
Ø  Melihat tingkat keparahan penyakit

Ø  Mengurangi mukus dalam hidung agar bisa bernafas dengan nyaman.
Ø  Hidung akan menjadi bersih .

4.      Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen
Tujuan : Mengurangi rasa nyeri di kepala
Kriteria Hasil : 
c.       Klien tidak merasa nyeri 
d.      Klien mengetahui cara pemijatan refleksi 
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji Skala nyeri 

Ø  Memberikan pijatan refleksi di kepala


Ø  Anjurkan pasien untuk beristirahat
Ø  Mengetahui tingkatan sakit 

Ø  Merasakan kenyamanan



Ø  Mengembalikan kondisi yang baik pada tubuh 

5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Tujuan : Membantu pasien dalam aktivitas 
Kriteria hasil :
Klien sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji kegiatan pasien


Ø  Anjurkan Pasien untuk istirahat

Ø  Berikan bantuan bila pasien tidak bias melakukan kegiatannya
Ø  Pasien bisa melakukan aktivitas seperti biasa

Ø  Mengembalikan kondisi pasien menjadi fit 

Ø  Aktivitas pasien berjalan lancer
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Rhinitis alergi secara umum didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yag terjadi setelah paparan allergen melalui inflamasi yang diperantai IgE pada mukosa hidung. Meksipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rhinitis alergi dianggap penyakit yang serius karna akan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
            Tak hanya aktivitas sehari-hari yang terganggu,biaya yang akan dikeluarkanpun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera di atasi apabila sudah terjadi kronik.

3.2 SARAN
            Sebagai mahasiswa yang mempunyai banyak kesibukkan dan aktifitas yang terbanyak diharapkan kita bisa menjaga kesehatanya apa lagi terkait dengan rhinitis alergi ini yang sangat rentan kepada siapa saja.
            Sebagai Mahasiswa kesehatan tidak hanya kita bisa memberikan penyuluhan ataupun merawat orang-orang yang sakit tapi yang utama kita harus memperhatikan keadaan diri kita sendiri dulu.