A.
DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa
latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
Menurut American Diabetes
Association, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan
karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari
insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa.
DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat.
B.
KLASIFIKASI
Dokumen
konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on
the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu:
1.
Tipe
I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes
Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima
persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.
Tipe
II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan
puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin)
atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen
dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral
tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3.
DM
tipe lain
Karena
kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4.
Diabetes
Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C.
ETIOLOGI
1. Diabetes
Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor
genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor
imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor
lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI)
Secara
pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan
dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D.
PATOFISIOLOGI
Diabetes
tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi
insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes
tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk
mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes
tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
E.
MANIFESTASI
KLINIS
1.
Diabetes
Tipe I
- hiperglikemia berpuasa
- glukosuria, diuresis osmotik,
poliuria, polidipsia, polifagi
- keletihan dan kelemahan
- ketoasidosis diabetik (mual, nyeri
abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat
kesadaran, koma, kematian)
2.
Diabetes
Tipe II
- lambat (selama tahunan), intoleransi
glukosa progresif
- gejala seringkali ringan mencakup
keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
- komplikasi jangka panjang
(retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200
mg/dl. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
darah meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu di atas normal.
Tes ini mengukur Esscihemoglobin Glikosat diatas rentang normal. Tes ini mengukur
presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, Ketosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis. Kolesterol
dan kadar trigliserida serum dapat meningkat dan menandakan ketidakadekuatan
control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.
G.
Penatalaksanaan
Tujuan
penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a) Menormalkan
fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
b) Mencegah
komplikasi vaskuler dan neurophati
c) Mencegah
terjadinya hipoglikemia dan ketoasidosis
Prinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol
gula darah dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada lima faktor
penting yang harus di perhatikan yaitu :
a) Asupan
makanan atau managemen diet.
b) Latihan
fisik atau exercise.
c) Obat-obatan
penurunan gula darah.
d) Pendidikan
kesehatan.
e) Monitoring.
H.
komplikasi
pasien dengan Diabetes mellitus beresiko terjadi
komplikasi baik bersifat akut maupun kronis diantaranya:
a) Komplikasi
akut
-
Koma hiperglikemia di sebabkan kadar
gula sangat tinggi biasanya terjadi pada NIDDM
-
Ketoasidosis atau keracunan zat keton
sebagai hasil metabolism lemak dan proten terutama terjadi pada IDDM
-
Koma hipoglikemia akibat terapi insulin
yang berlebihan atau tidak terkontrol
b) Komplikasi
kronis
a. Mikroangiopati
(kerusakan pada saraf-sarafperifer) pada organ-organ yang mempunyai pembuluh
darah kecil seperti pada:
-
Retinopati diabetika (kerusakan saraf
retina dimata) sehingga mengakibatkan kebutaan
-
Neuropati diabetika (kerusakan
saraf-saraf perifer) mengakibatkan baal/gangguan sensoris pada organ tubuh.
-
Nefropati diabetika(kelainan/kerusakan
pada ginjal) dapat mengakibatkan gagal ginjal.
a. Mkroangiopati
-
Kelainan pada jantung dan pembuluh darah
seperti miokard infark maupun gangguan fungsi jantung karena arterisklerosis
-
Penyakit vaskuler perifer
b. Gangrene
diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka yang tidak sembuh-sembuh
c. Disfungsi
erektil diabetika Angka kematian dan kesakitan dari diabetes terjadi akibat
komplikasi seperti karena
-
Hiperglikemia atau hipoglikemia
-
Meningkatnya resiko infeksi
-
Komplikasi makrovaskuler seperti
retinopati, nefropat
-
Komplikasi neurofatik
-
Komplikasi makrovaskuler seperti
penyakit jantung coroner, stroke.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges,
Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito,
Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer,
Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Barbara,
CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar