Jumat, 26 Februari 2016

Laporan pendahuluan diabetes mellitus



A.    DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
Menurut American Diabetes Association, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.


B.                 KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu:
1.      Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.      Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3.      DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4.      Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C.                ETIOLOGI
1.      Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.       Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.       Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2.      Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
d.      Kelompok etnik



D.                PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

E.                 MANIFESTASI KLINIS
1.                  Diabetes Tipe I
-       hiperglikemia berpuasa
-       glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagi
-        keletihan dan kelemahan
-       ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.               Diabetes Tipe II
-       lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
-       gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
-       komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F.                 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.       Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
2.       Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu di atas normal. Tes ini mengukur Esscihemoglobin Glikosat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
3.       Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat dan menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.




G.                Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a)      Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
b)      Mencegah komplikasi vaskuler dan neurophati
c)      Mencegah terjadinya hipoglikemia dan ketoasidosis
Prinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol gula darah dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada lima faktor penting yang harus di perhatikan yaitu :
a)      Asupan makanan atau managemen diet.
b)      Latihan fisik atau exercise.
c)      Obat-obatan penurunan gula darah.
d)     Pendidikan kesehatan.
e)      Monitoring.

H.                komplikasi
pasien dengan Diabetes mellitus beresiko terjadi komplikasi baik bersifat akut maupun kronis diantaranya:
a)      Komplikasi akut
-          Koma hiperglikemia di sebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya terjadi pada NIDDM
-          Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil metabolism lemak dan proten terutama terjadi pada IDDM
-          Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak terkontrol
b)      Komplikasi kronis
a.       Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-sarafperifer) pada organ-organ yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada:
-          Retinopati diabetika (kerusakan saraf retina dimata) sehingga mengakibatkan kebutaan
-          Neuropati diabetika (kerusakan saraf-saraf perifer) mengakibatkan baal/gangguan sensoris pada organ tubuh.
-          Nefropati diabetika(kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat mengakibatkan gagal ginjal.
a.       Mkroangiopati
-          Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark maupun gangguan fungsi jantung karena arterisklerosis
-          Penyakit vaskuler perifer
b.      Gangrene diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka yang tidak sembuh-sembuh
c.       Disfungsi erektil diabetika Angka kematian dan kesakitan dari diabetes terjadi akibat komplikasi seperti karena
-          Hiperglikemia atau hipoglikemia
-          Meningkatnya resiko infeksi
-          Komplikasi makrovaskuler seperti retinopati, nefropat
-          Komplikasi neurofatik
-          Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung coroner, stroke.














DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,       Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar